Berhati Malaikat…
BRAAAKKK!! Braakkk!!! Braaakkk!!! “Buka pintu!
Cepat, buka! Buka!! Buka!!!” Caesar menggedor-gedor pintu busway dengan keras.
Penumpang yang tengah berdesakan spontan melihat kearahnya. Busway yang baru
saja berhenti di Sarina, Jakarta Pusat, terpaksa berhenti lagi dan membukakan
pintu untuknya.
“Ada
apa, Mas? Kalau mau turun bisa di koridor depan!” Larang petugas pengaja pintu
busway kesal melihat penumpang yang tidak tahu aturan itu.
Namun, Caesar tidak
memperdulikannya.
“Tahan!!”
Caesar ke luar dengan cepat dan menarik kerah baju penumpang yang baru saja
turun. Tanpa basa-basi ia menjotos wajah penumpang itu, buk! Buk! Buk!
“Aawww…!!!!”
cewek-cewek histeris!
Sebagian
orang ke luar melihat yang terjadi.
“HEII!!!
Apa-apaan ini?!” pria bertampang innocent dan berseragam kantor itu tidak kuasa
melawan Caesar hingga wajahnya menjadi korban pemukulan.
“Kembalikan!”
teriak Caesar marah.
“Kembalikan
apa?”
“Dompet!!”
tandas Caesar cepat.
“Dompet
apa?”
“Jangan
lu kira gua ga tau lu ambil apa di dalam!!”
“Dompet
apa?! Saya bukan copet…!!!!”
Caesar
menggeledah saku celana samping pria itu dan mengambil dompet pink dari
dalam,“ini bukan punya lu ‘kan?!”
“I-i-itu….”
pria itu gelagapan.
“Gua
tahu dompet siapa yang lu ambil ini!” Caesar menyeret kasar kerah baju lelaki
yang dianggapnya copet. Mereka masuk kembali ke dalam busway sementara penonton
mengikutinya.
“Dia
yang lu curi tadi!” Caesar menghadapkan pria itu pada seorang gadis. Kesya
terkejut bukan main, ia merasa tidak kehilangan sesuatu. Sejak tadi Kesya
berusaha tidak peduli pada kegaduhan itu. Ia
menggunakan earphone mendengarkan musik di BlackBerrynya guna
menghindari jenuh berdesakan dengan penumpang lain di dalam bus. Tidak
menyangka keributan itu ternyata berhubungan dengannya.
“Apa
kamu kehilangan sesuatu, tidakkan?!” pria yang dicengkram kerah bajunya
berdalih.
Kesya
mencopot earphone, “hah, apa?”
“Kamu
merasa kehilangan sesuatu? Ngga ‘kan!” tanya pemuda berpakaian kantor itu lagi
menegaskan.
“Sesuatu?
Saya aman-aman saja…” jawab Kesya polos.
Masyarakat
gaduh, “salah kali…?!”
“Makanya
jangan asal pukul orang…”
“Iya
salah kali tuh…”
“Jangan
main hakim sendiri dong…!”
“Selidiki
dulu baru bertindak…!”
“Wuuuuu….!!”
Pemuda
berseragam kantor terbela, ia berada di atas angin, “siap-siap, Mas. Saya akan
menuntut anda!”
“Kamu
yakin tidak kehilangan sesuatu…?” Caesar
bertanya lagi, sayang tak ada keraguan di wajah polos gadis itu.
“Ngga,
saya baik-baik aja?! Apanya yang hilang…?”
Kesya menggeleng. Melihat Caesar begitu yakin, ia terpaksa mengecek barang-barangnya
di tas. Bahkan ia menunjukkan isi tasnya pada Caesar, “liat aja semua barang
saya ada…”
“Huuuuuu…!”
Massa makin gaduh.
“Anda
telah menjatuhkan nama baik saya di depan umum! Saya tidak terima ini! Saya
akan menuntut anda di pengadilan!” lelaki itu
berusaha melepaskan cengkraman Caesar di kerah bajunya. Tapi Caesar
tidak mau melepaskannya. Malah semakin orang itu berontak semakin kuat Caesar
mencengkramnya. Caesar tidak mau orang itu melarikan diri…..
“Lepaskan
saya!” lelaki itu terus berontak.
“DIAM!!!”
bentak Caesar lebih keras. Semua diam. Sunyi. Lalu ia bertanya lagi pada Kesya
dengan lembut, “periksa yang benar, apa kamu kehilangan sesuatu…?”
“Kan
udah dibilang, saya ngga kehilangan apa-apa. Dari tadi saya aman-aman aja!
Iiihhh, gimana sih nih orang…” Kesya mengecek isi tasnya sekali lagi, “semua
barang-barang saya ada…utuh!”
“Cek
yang benar, Sya. Siapa tau aja dia benar,” celetuk Raka teman kuliah Kesya yang
berdiri di sebelahnya.
“Iiiihhhh,
Raka. Gimana sih, orang ngga ada yang ilang kok. Nih hape gua. Nih tas gua. Ada
semua…” Kesya menghentakkan kakinya di lantai bus. Merengek manja ke
sahabatnya. Ia malu dilihat orang.
“Dengar’kan?!
Dia tidak kehilangan apa-apa?!” pemuda tertuduh marah dan menatap geram
Caesar.
“Mas,
salah orang kali…” Kesya yakin barangnya lengkap.
Caesar
mengeluarkan dompet yang dari tadi disimpannya. Dompet warna pink dengan gambar
panda memakan rumput, “ini dompet siapa? Punya kamu’kan?”
Kesya
terbelalak melihatnya. Benda itu amat dikenalnya. Refleks ia mencari-cari
dompet di dalam tasnya. Namun dompetnya tidak ada. Hilang. Kesya meraih dompet
itu, “ya ampuuunnnn….!!! Ini kan dompet aku…kok bisa siiih?!!”
“Saya
liat dari tadi copet ini mepet kamu terus. Tampangnya memang terlihat baik-baik
tapi itu tidak menjamin dia orang baik. Dari gelagat mencurigakan dengan
mendesak-desak seharusnya kamu sudah mulai curiga. Tapi kamu malah asik
dengerin musik jadi tidak terasa dompet diambil. Untung sempat saya lihat…!”
“Aduuuhhh.
Makasih ya, Mas…” Kesya jadi malu pada semua. Malu sekali tapi untung dompetnya
kembali. Massa yang tadi menyalahkan Caesar berbalik sudut pandang menyalahkan
pencuri.
“Sial!”
saat semua lengah atas perubahan situasi yang terjadi si copet memanfaatkan
kesempatan berontak dan berhasil lari secepat kilat. Ia melompat dari koridor
terus ke jalan raya. Laju lalu-lintas pun terganggu. Kacau. Ia terus berlari.
Diseberang jalan rupanya telah ada satu rekannya menanti menggunakan motor.
Mereka pun melesat dan menyalip menghilangkan jejak serta masuk gang demi
gang dan tak diketahui lagi ke mana
perginya.
“Makasih
ya, Mas.” Raka ikut bersyukur.
“Sama-sama,”
Caesar senyum, “lain kali hati-hati dikeramaian seperti ini. Jangan autis
dengan gadgets. Jadi lupa semuanya…”
“Iya…”
Kesya digurui.
Busway
jurusan Harmoni - Blok M melaju lambat. Masyarakat kembali tenang. Diam-diam
mereka salut pada Caesar. Zaman sekarang jarang ada pemuda seberani dia yang
mau berkorban membela orang yang belum dikenalnya.
“Oh
ya, kita belum kenalan. Saya Caesar Adytia. Nama kamu siapa?” Caesar
mengulurkan tangan pada Kesya.
“Kesya…”
Kesya membalas jabatan tangan itu.
“Nama
yang cantik seperti orangnya…” goda Caesar membuat pipi Kesya memerah malu.
“Saya
Raka. Sahabat Kesya.” Raka juga mengulurkan tangan yang kemudian disambut
Caesar. Sejujurnya Caesar tidak tahu kalau Kesya membawa teman. Sejak tadi
diperhatikan Kesya autis dengan musiknya seperti sedang pergi sendiri.
“Kalian
lama bersahabat…?” lanjut Caesar.
“Kami
sahabat dekat sejak SMP…” jawab Raka.
“Sahabat
dekat? Seberapa dekat?” selidik Caesar.
“Ya,
sedekat sekarang, hehehehe…” canda Raka.
Kesya
tersenyum simpul.
“By
the way, saya turun di koridor Karet.
Kalian mau ke mana?”
“Kami
mau ke Blok M.” jawab Raka lagi.
“Ke
Blok M ngapain, Kesya?” Caesar agak kesal juga semua pertanyaan dijawab Raka.
Ia ingin bicara dengan Kesya.
“Kami
ada acara seminar dari kampus,” Raka lagi yang menjawab. Kali ini Caesar
mengacuhkan Raka. Ia hanya peduli pada Kesya. Kalau bisa Raka diam saja.
“Saya
harus turun di depan. Ini kartu namaku. Jika butuh apa-apa hubungi aku…” sekali
lagi cuma Kesya!
Kesya
mengambilnya.
“Aku
turun, bye!” Caesar turun bersama yang lain namun sepanjang perjalanan koridor
matanya terus memandang gadis cantik itu sampai busway lenyap. Begitu juga
Kesya hanya saja ia malu-malu membalas tatapannya.
Setelah
semua orang dalam bus tenang dan tidak ada yang memperhatikannya lagi Kesya
membaca kartu namanya, “Caesar Adytia…personal manager, bekerja disebuah majalah Up
To Date Criminal! Up to date criminal?! Itu kan majalah
kriminal ternama di Jakarta…? Oh my God, semuda
itu sudah jadi manager? Udah ganteng, wibawa, pemberani, penolong lagi….!”
“Cieeee…yang
dapat perhatian khusus…” ledek Raka.
“Iiiihhh…Raka,
apaan sih…” Kesya malu.
“Cieee…cieeee…mukanya
merah tuh. Kayaknya bakalan ada puisi baru nih. Judulnya ‘cintaku terpaut di
halte busway’ jadi kepingin nyanyi.
Lagu siapa yang tepat ya. Oh iya, ‘Sang Dewi’-nya
Titi Dj…
“Walau pun dirimu
tak bersayap
Ku akan percaya
kau mampu terbang
Bawa diriku tanpa
takut dan ragu…
…
Walau pun kau
bukan titisan dewa
Ku takkan kecewa
karena kau jadikanku
Sang dewi dalam
taman surgawi…”
“Aaaahhh
Raka. Malu nih…” wajah Kesya kian memerah. Dalam hatinya membenarkan meski
bukan titisan Dewa tapi Caesar mampu menjadikan Kesya seperti sang Dewi yang
dilindunginya dengan segenap hati. Kesya menyebut nama itu sekali lagi, “Caesar Aditya…”
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus